SSEAYP 2019 Journey III; Tak Sedarah tapi Keluarga


Country Program
Oleh : Rifdavirana Humairah (IPY 2019 Garuda 46)

1.       Jepang
Hari yang ditunggu setelah menjalani Pre Departure Training selama 17 haripun datang. Kontingen Indonesia bersama 1 orang national leader berangkat ke Jepang menggunakan pesawat Garuda Indonesia dari Bandara Soekarno Hatta. Selama kurang lebih 7 jam berada di pesawat saya dan 27 orang kontingen lainnya menggunakan attire A1 (kode attire di SSEAYP yang menggambarkan attire formal). Selama di pesawat saya bersebelahan bersama seorang perempuan paruh baya bersama anaknya yang masih muda. Perempuan tersebut bersama anaknya tampak akrab dan berasal dari negeri sakura karena bahasa yang mereka gunakan.
Hati dan perasaan saya bercampur aduk haru berselimut bahagia yang tak terkira. Salah satu senior pernah berucap, jangan pernah merasa sudah menjadi partisipan dari program sampai kamu duduk manis di atas pesawat untuk berangkat program. And finally here I am. Berat rasanya pundak dan kepalaku, karena aku sangat sadar ada jutaan orang Indonesia yang diwakilkan olehku namanya di kancah internasional.
Tiba di Bandara Haneda Jepang, aku bersama kontingen Indonesia lainnya menuju Hotel Nikko Narita dengan menempuh perjalanan sekitar 2 jam. Kami disambut oleh beberapa kontingen lainnya dengan teriakan yel-yel mereka. Kami masuk ke restaurant dari hotel tersebut setelah menaruh koper dan bagasi secara rapi di hall hotel. Pikiran pertamaku hanya aku ingin makan karena setelah menempuh perjalanan panjang yang melelahkan perutku kembali berkontraksi untuk diisi. Wajah bahagiaku berbinar cerah ketika aku lihat beragam macam makanan mewah yang disajikan untuk kami. Semua jenis makanan lengkap. Mulai dari makanan pembuka hingga penutup. Mataku tertuju pada satu tempat, ya aku tau itu makanan kesukaanku, spageti carbonara.
Setelah makan dengan puas dan kenyang, kami menuju sebuah ruangan untuk orientatuin dan setelah itu kami mengambil kembali koper dan barang serta diletakkan di kamar. Pada awalnya kami berencana untuk ke pusat Tokyo untuk menemui Duta Besar Indonesia untuk Jepang. Namun rencana tersebut tidak dapat dilaksanakan karena waktu yang tidak sesuai serta lokasi hotel yang terlalu jauh dari pusat kota.
Pada malam harinya, aku bersama kontingen Indonesia lainnya memutuskan untuk latihan cheers karena besok adalah penampilan cheers pertama kami. Kami memutuskan latihan di luar hotel di depan parkiran hotel yang cukup remang. Hawa dingin menusuk tubuh kami dengan tajam. Jepang sangat dingin malam itu, berbalut jaket tebal yang dipinjamkan oleh pemerintah Jepang kami berusaha melawan dingin untuk menampilkan cheers terbaik esok harinya.
Keesokan harinya, kami berangkat menuju Hotel New Otani Tokyo untuk menghadiri welcome reception. Saat itu juga kami menampilkan cheers kami di hadapan cabinet office Jepang.
Pada tanggal 26 oktober, kami mengawali country program dengan momen yang sangat aku tunggu yaitu homestay di salah satu daerah yang cukup jauh dari perkotaan Tokyo, Aomori. Setiap orang di kontingen akan disatukan dalam setiap solidarity group yang berbeda. Aku bersama 2 teman Indonesia lainnya yaitu Manan dan Daniel berada di SG A. Kami mendapat kesempatan ke daerah Utara Jepang yaitu Aomori bersama SG A lainnya. Hari itu juga adalah salah satu hari yang ku tunggu karena kami akan berangkat ke Aomori menggunakan Shinkansen, salah satu kereta cepat kebanggaan Jepang. Kami berangkat dari Tokyo Station yang sangat ramai. Di bawah rel kereta terdapat banyak sekali pertokoan souvenir yang menjual beragam barang khas Jepang seperti pokemon, doraemon dan barang lainnya.
Setelah sekitar 5 jam perjalanan, aku dan SGA tiba di Aomori, salah satu tempat terdingin di Jepang jika musim dingin. Karena aku mengunjungi Aomori bulan oktober dan sudah dekat dengan musim dingin, kami disambut dengan dinginnya Aomori. Pada hari pertama di Aomori kami mengunjungi salah satu port dan toko souvenir besar untuk mencari ice cream. Namun, kami hanya memiliki waktu yang sangat terbatas, akhirnya aku bersama SGA lainnya hanya menghabiskan waktu beberapa saat.
Setelah welcoming dan mengunjungi port kami dibawa ke salah satu hotel di Aomori untuk mengadakan homestay matching. Pada saat itu hatiku sangat risau, ini kali pertamaku mendapatkan housefamily. Aku mendapatkan housemate yang berasal dari Brunei Darusallam beranama Husna. Ia sangat periang dan mudah begaul. Kami diminta untuk mengunjungi meja 24 di hall hotel tersebut untuk bertemu oleh orang tua kami. Itulah perjumpaan pertamaku dengan keluarga angkat pertamaku, Tamaki (ibu), Yohe (ayah), Hayato (adik laki-laki) dan salah seorang nenek yang hingga aku menulis cerita ini aku tak ingat namanya. Kami disambut hangat dengan sebuah papan yang terbuat dari karton dengan tulisan “selamat datang ke aomori” dengan hiasan bendera negara aku dan Husna. Dari awal perjumpaan kami, aku sudah sangat merasakan kehangatan keluarga ini. Adik kecil kami, Hayato tampak tak semangat. Ia sedang mengidap sakit, demam tinggi dan sakit kepala. Tamaki bercerita bahwa Hayato sudah beberapa hari mengidap sakit dan sudah beberapa kali juga dibawa ke dokter namun tidak ada perubahan yang signifikan. Akhirnya pada malam itu, Hayato bersama Yohe berangkat pulang ke rumah lebih dulu sebelum acara selesai dan tinggallah aku bersama Tamaki, nenek dan Husna.
Sesampai di rumah, aku dan Husna menempati kamar Hayato di lantai 2. Terdapat 1 spring bed di atas dan 1 kasur di bawah. Kamar tersebut sangat hangat, sangat nyaman dengan kondisi aomori yang sangat dingin pada saat itu. Aku dan Husna pada malam tersebut berbincang bersama Yohe terkait jadwal esok hari. Satu hal yang aku sangat pelajari dari budaya Jepang adalah, mereka sangat terencana dalam melakukan apapun. Setelah merencanakan jadwal besok, kamipun tidur dengan nyaman.
Keesokan harinya adalah salah satu hari bebas di homestay, dan aku tak perlu menggunakan attire yang seragam dengan kontingen lainnya. Pada hari tersebut kami berencana mengunjungi beberapa macam wisata di Jepang, namun hanya aku, Husana dan Yohe karena Tamaki berangkat bekerja dan adik kecil kami, Hayato sedang sakit.
Sebelum berangkat ke beberapa wisata kami sarapan dengan Japanese style, duduk di bawah lantai, makan pakai sumpitdi mangkok kecil. Setelah sarapan kami berangkat menuju Hirosaki temple. Dalam perjalanan kami ditilang oleh polisi di tol karena penumpang di belakang tidak menggunakan seat belt. Setelah dari Hirosaki temple kami makan di sebuah restoran udon tempura yang sangat terkenal di aomori. Aku dan husna memesan banyak sekali makanan karena pada saat itu kami sangat lapar dan udon sangat menggoda untuk segera disantap. Piring kamipun bersih tak bersisa, kami menuju tujuan selanjutnya yaitu salah satu taman yang terdapat air terjun indah didalamnya. Tak lupa sebelum pulang kami juga mengunjungi toko souvenir untuk membeli beragam oleh-oleh. Souvenir tersebut kami beli di salah satu toko beranama Daiso. Toko tersebut menjual keperluan rumah tangga dengan hanya 100 yen semua barang.
Setelah hari yang panjang, kami kembali kerumah untuk beristirahat. Keesokan harinya, orang tua angkat mengantar kami ke Aomori Hotel. Disaat itu juga kami harus berpisah. Aku dan SGA lainnya akan menginap di Aomori hotel satu malam sebelum keesokan harinya kami pulang ke Tokyo. Pada hari tersebut kami mengunjungi kantor pemerintah Aomori dan bertemu langsung bersama Gubernur Aomori. Selepas kunjungan ke pemerintahan kami berangkat ke Namioka JHS, salah satu sekolah di Jepang untuk belajar kebudayaaan system pendidikan di Jepang. Aku belajar menulis kanji bersama murid disana. Selepas kunjungan ke sekolah, kami berhenti di salah satu toko souvenir di Aomori yaitu Namioka Apple Hill. Kami mengambil gambar serta melihat beberapa ragam souvenir disana.
Keesokan harinya aku bersama SG A lainnya mendapatkan pengalaman memetik apel di perkebunan apel langsung. Apel disana manis, besar dan sangat segar. Setelah memetik apel kami berangkat balik kembali ke Tokyo. Di Tokyo, kami menginap di National Youth Centre. Pada malam kedua di NYC aku bersama kontingen Indonesia lainnya mengunjugi shibuya tempat perbelanjaan terkenal di Jepang. Kami juga turut merasakan haloween night ala Jepang.
Setelah berkegiatan di NYC, kami kembali ke hotel Nikko narita untuk bermalam 1 malam sebelum keesokan harinya bertemu kapal indah, Nippon Maru. Pada malam sebelum on board aku bersama beberapa kontingen Indonesia lainnya beli makanan ke Sevel disamping hotel. Kami menghabiskan beberapa jam hanya untuk memastikan makanan kami halal untuk dimakan menggunakan google translate, dan kembali ke hotel untuk santap malam bersama Garuda 46.



2.       Vietnam
Xin chao!
Setelah perjalanan berlayar yang panjang tibalah kami di first port of call, Vietnam. Sesampai di Vietnam, aku bersama kontingen Indonesia lainnya disambut welcome reception di sebuah hall. satu hal yang sangat teringat dalam kepalaku adalah makanan yang sangat sesuai dengan seleraku pada saat itu. Ternyata 9 hari dikapal dengan makanan yang setiap hari hamper serupa membuat aku semakin rindu cita rasa masakan Indonesia. Dan pada malam itu, aku merasakan makanan yang lezat yang berbeda rasa dengan makanan di kapal. Selain makanan yang lezat, kami juga herus menampilkan 3 minutes performances setiap kontingen. Indonesia pada saat itu membawa tarian medley Indonesia menari 2017.
Setelah menari kami kembali ke kapal dan menginap sehari di Nippon Maru. Keesokan harinya aku bersama teman lainnya berkumpul berdasarkan kelompok diskusi atau yang lebih dikenal dengan DG (discussion group). Fokus topic DGku adalah employment and decent work dengan masing-masing DG memiliki seorang facilitator. Faciku berasal dari Philippina bernama Jay. Seorang professional di bidang human resources. Kami melakukan institutional visit pertama berdasarkan DG ke salah satu tempat yang bernama Youth Centre Service di Ho Chi Minh city. Pagi itu Ho Chi Minh sangat padat dan lalu lintas ramai sehingga kami terlambat dari waktu yang ditentukan akan sampai karena macet di jalan. Sesampainya di Institusi tersebut kami disambut oleh beberapa orang yang bermain marching band. Aku merasa sangat tersanjung selama di Vietnam, karena kami selalu disambut dan dikawal bak tamu penting negara.
Setelah diskusi, kami berangkat menuju sebuah hall besar yang juga digunakan pada malam welcome reception untuk melakukan homestay matching. Kami bertemu dengan orang tua angkat di Vietnam untuk pertama kalinya. Aku mendapatkan seorang teman housemate yang berasal dari Brunei, Mizah namanya. Ternyata pada saat homestay matching, orang tua angkatku tidak dapat hadir. Sehingga, aku bersama Mizah akan diantar oleh beberapa Local Youth (pemuda lokal yang disiapkan untuk menamani kami selama country program). Perjalanan sekitar 2 jam menuju rumah homestayku di distrik 6. Rumah orang tuaku cukup besar. Memiliki 6 lantai tingginya. Hal yang unik dari Vietnam adalah rata-rata rumahnya akan memanjang ke atas karena lahan tanah yang semakin kecil dengan penduduk yang padat. Selain itu, di Vietnam sangat jarang sekali orang yang memiliki mobil, transportasi utama adalah motor untuk memudahkan perjalanan di jalan yang ramai.
Pada saat homestay hal yang selalu aku ingat adalah makanan ibuku yang sangat lezat dan sangat sesuai dengan lidahku. Ibuku masak beberapa masakan yang juga mirip dengan masakan Indonesia seperti tahu, tempe, ayam goreng dan suatu pagi ibu memasak pasta macaroni rebus dicampur sayur dan daging. Wah sedap tak tertahan!
Selain makanan yang lezat, aku bersama keluargaku juga suka nongkrong di café dan ngopi bersama karena aku memiliki kakak angkat yang masih muda. Aku bersama Mizah juga diajak berkunjung ke distrik 1 tempat museum independence day Vietnam dan berkeliling menuju kantor pos serta tempat berjualan souvenir. Pada malam harinya aku bersama keluargaku mengunjungi sebuah pasar tradisional yang menjual beragam macam baju murah. Aku memutuskan untuk membeli baju warna SGku yaitu biru. Selepas itu kami kembali nongkrong di sebuah café shop yang menyuguhkan bubble tea. Hingga keesokan harinya pengalaman homestaypun selesai.



3.       Singapore
Kami tiba di Singapore pada pagi hari dan langsung disuguhkan gedung-gedung megah yang canggih serta air laut yang tenang dan terlihat biru bening, indah!
Pagi itu, aku bersama kontingen Indonesia lainnya berlatih cheers untuk persiapan yang akan kami tampilkan di port Singapore Cruise Centre. Selepas itu kami kembali dikumpulkan bersama SG dan menuju Resort World Sentosa, sebuah hall besar tempat kami akan bertemu orang tua angkat yang bernama Pak Todung. Hall mewah tersebut mempertemukan aku bersama orang tua angkatku yang juga orang Indonesia dan Ibuku orang Jepang. Mereka memiliki 2 orang anak, namun yang masih tinggal bersama mereka dirumah hanya 1 orang perempuan umur 6 tahun yang bernama Hana Chan. Orang tuaku sudah pension dari pekerjaannya. Namun hingga kini mereka masih sangat kuat untuk beraktivitas. Setelah bertemu orang tua angkat, kami beranjak pulang ke rumah menggunakan MRT dari Universal Studio. Aku mendapatkan seorang housemate yang berasal dari Jepang namun memiliki nama Indonesia yaitu Rini. Aku, Rini dan keluargaku ternyata tidak langsung pulang ke rumah karena Rini ingin membeli beberapa keperluan seperti baju sehingga kami mampir disebuah pusat perbelanjaan besar seperti mall yang sangat ramai dan memiliki beragam barang branded ternama dunia. Setelah melihat beragam macam barang kami kembali pulang ke rumah menggunakan MRT selama 2 jam.
Rumah orang tuaku di sebuah apartemen dipinggir kota. Daerah tersebut tenang dan sangat cocok dengan kondisi ayah ibuku yang sudah pension dan butuh ketenangan dari Hiruk pikuk perkotaan. Pada malam harinya kami diajak makan di sebuah restoran india di jalan Little India. Kami menggunakan bus umum menuju kesana karena orang tuaku sangat senang menggunakan public transportation di Singapore. Aku pertama kalinya mencoba makan di restoran Vegetarian India. Selepas makan, aku bersama keluargaku berjalan ke sebuah tempat yang bernama little india. Banyak teman dari Singapore yang berkata itu adalah tempat dengan barang yang sangat murah di Singapore. Banyak sekai brand-brand keperluan sehari-hari yang dijual murah disana. Aku memutuskan untuk membeli beberapa bungkus coklat khas Singapore untuk oleh-oleh teman kelasku. Setelah menghabiskan waktu berbelanja, kamipun pulang dengan sangat lelah menggunakan taksi.
Keesokan harinya aku bersama rini memutuskan untuk menghabiskan setengah hari kami untuk hanya tidur di rumah hingga pukul 12 siang. Kami disuguhkan sarapan yang sangat aku rindukan yaitu nasi, telur dan rendang! Sungguh nikmat rasanya mendapatkan makanan Indonesia setelah berhari-hari tidak merasakannya. Pada jam 2 siang kami berangkat menuju sebuah pesta perkawinan teman ayahku. Perkawinan tersebut perkawinan budaya melayu islam. Kurang lebih tata cara perkawinan hamper mirip dengan budayaku. Namun yang membuatnya berbeda adalah suguhan makanan dengan nasi briyani, daging, kambing dan beberapa masakan santan lainnya. Selain itu untuk penyuguhan air minum, mereka menyiapkan beragam macam minum dengan beragam rasa yang mana tamu dapat menikmati minum tersebut sendiri. Budaya perkawinan melayu di Singapore kata ayahku yaitu mengadakannya di bawah rumah susun mereka. Setiap apartemen atau rumah susun akan memiliki hall terbuka di bawah yang kerap dijadikan tempat hajatan.
Selepas ke acara pernikahan kami berjalan ke kota Singapore menggunakan bus. Kami mengunjungi Marina Bay sands, masuk ke dalam hotel nomor satu di Singapore, Fairmont dan juga ke sebuah danau di daerah Marina. Setelah itu kami juga mengunjungi China Town yang mana banyak sekali barang dan souvenir murah. Aku membeli beragam macam souvenir murah disana untuk dibagikan ke teman dan kerabat di Indonesia.
Setelah letih berjalan, pada malam harinya kami diajak makan di sebuah jalanan yang mana menyuguhkan sebuah tentang arab. Kami berhenti dan makan nasi briyani serta roti canai. Hal besar yang aku pelajari dari Singapore adalah keragaman rakyat yang berada di dalamnya. Mereka berkumpul dan berdagang sebagai poros ekonomi di Singapore. Termasuk beberapa daerah seperti daerah india, china dan arab.
Keesokan harinya kami kembali ke kapal setelah melewati system imigrasi port yang sangat panjang dan ketat di Singapore. Kami kembali dikumpulkan berdasarkan SG. SGA mengunjungi Home Team Academy yaitu sebuah tempat pelatihan militer dan pekerja di Singapore setelah mereka lulus kuliah. Setelah itu kami mengunjungi Kallang Heritage Trail, sebuah stadion megah yang memiliki mall di dalamnya dan mengakhiri perjalanan kami di Jewel Changi Airport, salah satu tempat terindah di Singapore, bandara.
Hari terakhir di Singapore kami mengunjungi Singapore Maritime Gallery, sebuah tempat edukasi tentang port di Singapore bersama SG dan mengakhiri pengalaman Singapore kami dengan closing ceremony pada sore harinya.




4.       Myanmar
Pada country program Myanmar adalah pengalaman yang luar biasa bagiku. Aku sangat jarang mendengar Myanmar di kepalaku. Mungkin jika aku tidak mengikuti program ini, aku belum tentu akan berkunjung ke Myanmar. Ternyata Myanmar adalah negara yang indah. Kami tiba di port Yangon dan langsung menuju welcoming dinner di sebuah hotel mewah bernama Shangri La hotel. Yangon adalah salah satu kota yang tidak memperbolehkan warganya menggunakan motor. Semua orang menggunakan mobil pribadi atau transportasi public seperti bus.                                                                                                                                                                                                                                                                                                
Pagi keesokan harinya kami berangkat berdasarkan SG menuju Yangon University menggunakan bus. SGA melakukan kunjungan dan tour sekitar Yangon University dan disambut langsung oleh rector universitas tersebut. Aku bertemu beberapa teman baru yang merupakan local youth disana. Kami bercerita mengenai universitas tersebut dan bertemulah aku dengan salah satu pemuda yang ternyata ia adalah salah satu siswa yang sangat ingin melakukan exchange program ke kampusku di IPB. Dia bercerita bahwa dia sudah mencoba beberapa kali beasiswa namun gagal sehingga belum memiliki kesempatan untuk kuliah di kampusku.

Setelah tour yang cukup melelahkan berlangsung kami menuju Diamond Jubille hall, sebuah hall besar untuk melakukan homestay matching kembali. Aku dipertemukan dengan housemate yang berasal dari Lao bernama Meaow. Saat homestay matching aku dan meaow dijemput oleh ibu dan ayahku yang bernama Shu dan Zir inc bersama anak kecil mereka yang masih balita bernama long-long. Long-long adik yang sangat lucu, memiliki mata sipit serta sangat aktif bermain. Aku sampai disebuah flat milik pemerintah, rumah orang tuaku berada di lantai 7. Mereka juga tinggal bersama seorang nenek dan adik kembar ibuku. Pada malam harinya kami diajak untuk makan malam disebuah restoran seafood. Segala macam seafood tersedia disana. Aku sangat suka seafood dan pada malam itu bak surga dihadapan mataku. Setelah makan malam aku bersama keluargaku mengunjungi sebuah pagoda besar di Myanmar bernama Shwee Pagoda. Itu kali pertama aku berkunjung ke Pagoda Budha. Pagoda megah tersebut ramai dikunjungi turis mancanegara, termasuk para PYs yang diajak oleh orang tua angkat berkunjung kesana. Selepas dari Pagoda Budah tersebut kami kembali pulang ke rumah dan beristirahat.
Keesokan harinya aku bersama keluargaku berkunjung ke beberapa wisata yang ada di Yangon. Destinasi pertama kami adalah sebuah makam Inggris yang bersejarah diluar kota Yangon. Kami harus menempuh waktu 1 jam keluar dari Yangon. Pada saat itulah aku baru bersua dengan sepeda motor setelah keluar dari Yangon. Sebelum mengunjungi pemakaman Inggris tersebut kami mampir disebuah restoran untuk sarapan pagi. Aku mencoba makanan khas Myanmar pertama kalinya. Menurutku, rasanya kurang pas dengan lidahku yang terbiasa dengan makanan Indonesia yang memiliki banyak bumbu sedangkan makanan Myanmar yang kurang bercampur dengan rempah. Setelah dari pemakaman kami kembali di Yangon untuk makan siang. Makan siang kali ini sangat special, orang tuaku mengajak kami makan masakan Indonesia di sebuah restoran ayam penyet. Dunia rasanya sangat berpihak padaku saat itu, aku sangat rindu ayam penyet!
Setelah makan, kami berkunjung ke salah satu museum nasional Yangon yang menceritakan beragam sejarah Yangon. Setelah dari Museum, aku teringat sesuatu tentang seminar yang harus aku control. Salah satu topic kehilangan cat warna untuk seminar membatik, akhirnya aku menceritakannya dengan ibuku dan kami memutuskan untuk ke pasar dan membeli cat warna tersebut. Hatiku sangat gundah, pasar tutup karena hari itu adalah hari minggu. Kami menyusuri pasar tradisional dengan cemas harap bertemu toko pewarna baju. Hasilnya nihil. Akhrinya ibu memutuskan untuk mecarinya kembali besok sebelum kami kembali ke kapal. Setelah dari pasar kami berkunjung ke salah satu pusat souvenir terbesar di Yangon. aku bersama Meaow berbelanja baju khas Myanmar yang bernama Longji. Rata-rata masyarakat Myanmar tidak menggunakan celana dalam beraktivitas, namun menggunakan pakaian tradisional beranama longji. Semacam kain motif yang sangat unik. Setelah puas berbelanja kamipun pulang dan beristirahat. Malam harinya kami santap malam di rumah, ibuku masak beberapa makanan khas Myanmar, dan aku suka.
Paginya aku dan Meaow mencoba sebuah makanan khas Myanmar lagi yaitu sticky rice. Sticky rice membuatku sangat cepat kenyang hingga makanan tersebut tak dapat aku habiskan dengan semuanya. Setelah sarapan kami mencoba kembali mecari pewarna tersebut dan setelah menyusuri pasar tradisional, akhirnya aku menemukannya. Kamipun kembali ke kapal dan melaksanakan closing ceremony bersama.





5.       Malaysia
Kami tiba di Malaysia pada siang hari dan langsung disambut oleh permainan music marching band. Setelah itu kami beranjak ke terminal untuk melaksanakan proses imigrasi yang cukup panjang. Pada malam harinya aku bersama kontingen Indonesia menghadiri welcome reception di sebuah hall dengan menggunakan attire B kami yang cantik yang berasal dari Betawi. Momen yang sangat aku banggakan salah satunya adalah ketika kontingen Indonesia menggunakan baju adat kami yang cantik yang berasal dari Bali dan DKI Jakarta. Setelah makan malam kami kembali ke kapal sebelum esok harinya memulai country program di Malaysia.
Keesokan harinya kami kembali berkumpul berdasarkan SG dan melakukan institutional visit. Kami berkunjung ke sebuah tempat yang berna native. Disana kami belajar tentang budaya asli orang asli Malaysia yang masih murni dan jauh dari moderenisasi. Kami belajar menganyam serta melakukan beragam aktivitas permainan tradisional menggunakan tombak dan puzzle bamboo. Menurut kepercayaan mereka, bagi laki-laki yang dapat memecahkan puzzle bamboo tersebut telah siap menikah dan dapat diterima oleh keluarga sang mempelai wanita. Setelah itu kami kembali ke hall tempat melaksanakan welcome reception dan bertemu dengan homestay family. Aku mendapatkan homestay mate kembali dari Jepang bernama Mami. Mami orang yang sangat ceria dan baik hati. Setelah bertemu dengan kelurgaku, kami menuju ke sebuah tempat bernama Kuala Kangsar sekitar 5 jam dari KL. Ayahku, Pak Roslan, berkata kami akan menghadiri sebuah acara pernikahan keluarga disana. hari yang sangat panjang karena ini kali pertamaku menjelajah perdesaan Malaysia. Setelah tiba di Kuala kangsar kami disuguhkan makan malam bersama ala orang Melayu di rumah mempelai. Keesokan harinya aku bersama mami dipinjamkan baju kurung melayu yang cantik untuk digunakan di pernikahan tersebut. Pernikahan tersebut sangat sederhana, disebuah rumah di pedalaman Malaysia. Aku mengenali budaya Malaysia lebih jauh dimana saat perkawinan berlangsung ketika santap siang kami diharuskan makan menggunakan tangan. Setelah acara pernikahan selesai kami kembali ke Putra Jaya, daerah rumah orang tuaku yang merupakan daerah khusus administrative di Malaysia. Ayahku dulu adalah seorang deputi menteri pemuda dan olahraga Malaysia yang kini sudah pension. Kami tinggal disebuah apartemen baru milik anak ayahku. Apartemen mewah tersebut baru dibeli beberapa minggu sebelum kami datang. Pada malam tersebut kami juga disuguhkan makan malam, sate pak sumuri. Sungguh nikmat tak tertahan!
Keesokan harinya, kami diberikan beragam macam gift dari ibu angkatku, kami berpisah di kapal setelah ayah mengantarku ke port. Oh ya, satu hal yang hampir lupa kuceritakan. Ayahku adalah seorang national leader di tahun 2005 untuk kontingen Malaysia. Jadi iapun juga tahu banyak mengenai program ini.




No comments:

Post a Comment

Pages