4 Oktober 2012, Kontingen Pertukaran Pemuda Indonesia Kanada tahun 2012
mulai bersiap-siap untuk menuju ke Bandar Udara Soekarno Hatta. Saya yang telah
berkemas sejak siang malah sibuk membantu peserta dari provinsi lain untuk
membawakan barang bawaan mereka ke lobby, karena supervisor kami sudah setengah
berteriak agar para peserta cepat keluar dari kamarnya dan segera bersiap untuk
berangkat. Setelah sembilan hari bersama, rasa kekeluargaan yang tumbuh
diantara para peserta terasa sangat kental. Walaupun hanya sembilan hari
bersama dalam kegiatan Pre Departure
Training (PDT), kami seperti satu kelas anak SMA yang telah tiga tahun
bersama.
Kami menikmati makan malam dengan masakan Indonesia terakhir kami pada
pukul 19.30 di wisma Soegondo Djojopoespito, dan bersiap-siap naik ke dalam bis
yang akan mengantarkan kami ke Bandara. Di perjalanan, beberapa peserta lainnya
sibuk membagikan souvenir berupa gantungan kunci atau pin kecil khas daerahnya
kepada peserta-peserta dari provinsi lain, begitu pula dengan saya. Setelah
suasana kembali tenang dan para peserta sudah kembali ke tempat duduk sehabis
membagikan cindera mata khas masing-masing provinsinya, sekarang para peserta
sibuk dengan gadgetnya masing-masing, untuk menghubungi keluarga atau kerabat
terdekat, memberi kabar bahwa sebentar lagi akan berangkat ke luar negeri, ke
negeri yang jauh, Kanada.
Singkat cerita, beberapa jam berlalu dengan persiapan check in, scanning,
lapor sana-sini di bandara, kemudian akhirnya kami memasuki pesawat Qatar
Airlines yang mewah. Perjalanan yang memakan waktu kurang lebih 8-9 jam tidak
begitu terasa karena fasilitas yang menarik seperti menonton film, mendengarkan
musik, bermain game, flight meals yang enak, minuman yang menyegarkan, selimut
dan kaus kaki yang nyaman, sampai sikat gigi dan pasta gigi pun disediakan
untuk para penumpang.
Kami berhenti sejenak di Doha, Qatar untung transit, dan kemudian
melanjutkan kembali perjalanan ke Montreal, Canada selama kurang lebih 12-13
jam. Perjalanan belum berakhir disitu, kami harus menempuh perjalanan dengan
pesawat ke Halifax, Nova Scotia, Canada selama kurang lebih dua setengah jam.
Sesampainya di luar bangunan bandara Halifax, hawa dingin langsung
menyerang, dan nafas yang keluar dari hidung kami berbentuk uap, seperti
berasap. Tanpa banyak pikir panjang, kami langsung berfoto sambil menghembuskan
nafas kami, untuk membuktikan betapa dinginnya Halifax waktu itu. Sulit
dipercaya bahwa sekarang saya berada sangat jauh dari rumah. Dari tempat yang
saya panggil rumah. Sangat jauh. Suhunya jauh berbeda, bentuk pepohonannya
berbeda, bau udaranya berbeda, jalanan, bangunan, tidak ada suara-suara
keramaian kendaraan yang berlebihan, tidak ada suara yang keluar dari
tempat-tempat ibadah, dan tampak beberapa cerobong asap yang mengeluarkan asap
dari beberapa bangunan yang kami lewati.
Waktu terasa berjalan sangat cepat, sejak pertama kali kami dipertemukan
dengan peserta kanada, dipasangkan dengan counterpart kami masing-masing,
dikelompokkan menjadi tiga grup : Halifax-Depok, Truro-Sei Go Hong, dan
Charlottetown-Cikandang, hingga enam bulan kemudian saat kami harus
mengantarkan para peserta kanada pulang ke negerinya dari Indonesia di bandara
Soekarno Hatta.
Sulit rasanya mendeskripsikan keseluruhan program dengan kata-kata yang
hanya akan menghasilkan satu artikel. Hidup dengan orang yang sama selama enam
bulan, dengan latar belakang, budaya, kebiasaan, dan kepribadian yang berbeda,
ditambah lagi, tinggal bersama keluarga angkat yang tradisi, budaya, latar
belakang dan kebiasaan yang juga berbeda dari peserta merupakan suatu tantangan
yang tidak mudah, tapi sangat menarik untuk dijalani.
Mengunjungi tempat-tempat baru yang belum pernah terbayangkan sebelumnya,
menemukan sudut-sudut menarik yang tak terlupakan, berjalan di pinggir jalan dengan daun maple yang
berjatuhan, mengalami beberapa movie
moment, atau kejadian-kejadian yang sebelumnya hanya mampu kita saksikan di
film atau acara-acara reality show di televisi, menampilkan budaya Indonesia
dengan menari, menyanyi, memainkan alat musik untuk menggalang dana, menjadi
relawan, menolong orang lain, menjadi pendengar yang baik, mengalami konflik
antar budaya dengan counterpart sendiri,
berkelahi dengan teman sendiri, menangis bersama, tertawa bersama,
mempermalukan diri bersama, menghadapi ‘batas’ yang dulunya terlihat tidak
mungkin dilampaui, berlari-lari dan jatuh di lapangan penuh dengan salju,
melompat-lompat di tengah badai salju, terpeleset di lapangan berlapis es,
mengumpulkan daun maple, masak masakan indonesia, berhemat-hemat saat makan
indomie goreng, belajar tepat waktu dan menghilangkan budaya ngaret berburu oleh-oleh murah di toko
satu dollar, menanam padi bersama bule, mengajarkan peserta kanada untuk
melakukan MCK di wc khas indonesia, membantu bule belanja di pasar tradisional
yang becek, mengajarkan teman-teman canadian untuk menari, bernyanyi, membangun
sumber air bersih bagi penduduk desa depok, mengajarkan anak-anak sekolah di
depok pelajaran bahasa inggris, mengajarkan mereka masak masakan indonesia,
memberikan pengalaman baru bagi lidah mereka, makan nasi liwet di pondok, naik
angkot yang notabene adalah mobil pick up yang diberi atap, dan pengalaman lain
yang sangat sulit dan bahkan tidak mungkin dilupakan. Hal yang terpenting
adalah, semua dilalui dengan sembilas belas orang yang sama.
Saya sendiri harus mengajukan cuti kuliah satu tahun pelajaran untuk mengikuti
program ini. Tetapi saya tahu apa yang saya pilih bukanlah sesuatu yang
sia-sia. Saya tau saya telah memilih pilihan yang tepat untuk masa depan saya
dengan mengikuti program ini. Sekolah tentang kehidupan. Sekolah yang tidak
akan ditemui di tempat lain. Sekolah dimana andalah yang menentukan seberapa
besar yang anda ingin dapatkan, sekolah berdasarkan pengalaman yang
berbeda-beda pada setiap orangnya. Sekolah yang membuka mata saya, memenuhi
cita-cita seorang pemuda, melihat dunia.
Visya Septiana,
Perwakilan Bengkulu untuk Program Pertukaran Pemuda Antar Negara 2012-2013.
epic6months.blogspot.com
No comments:
Post a Comment