Wisata Religi di Tanah Komunis




Dulu, di buku buku sejarah kita mengenal kalau yang namanya China atau sekarang dikenal dengan Tiongkok itu syarat dengan orang orang bermata minimalis yang tidak beragama. Mereka mungkin merayakan natal namun sebagian besar merayakan hanya sebatas tradisi dan budaya. Beruntungnya, pada program pertukaran pemuda ke Tiongkok tahun ini kami berkesempatan untuk menguak sisi lain tanah komunis ini. Kami berkesempatan singgah beberapa hari ke Kota Ningxia, Provinsi Yinchuan. Di daerah ini kami melihat wajah lain dari Tiongkok. 




Tepat setelah 3 hari di Beijing setelah berlelah lelah menyusuri indahnya Tembok Besar China serta megahnya Istana Terlarang (Forbidden Palace), kami keseratus pemuda bertolak menuju Ningxia dengan menggunakan maskapai China Airlines. Waktu masih menunjukkan Pukul 15.30 ketika pesawat yang kami tumpangi mulai menurunkan ketinggian nya, mengumumkan kepada para penumpang bahwa pesawat ini akan segera mendarat. Dari ketinggian, kami melihat tanah yang hijau di beberapa titik, lalu berubah menjadi tanah gersang khas gurun, bertolak belakang dengan Beijing, di Ningxia tidak begitu banyak gedung-gedung yang menjulang tinggi mencakar langit. 

Setelah mengalami beberapa kali turbulensi, akhirnya pesawat yang kami tumpangi mendarat. Di sini suhunya sedikit lebih panas, waktu menunjukkan pukul 16.30 namun panasnya seperti Kota Bengkulu pukul 14.00, cukup terik dan kering. Dari bandara menuju Hotel, kami menaiki bus, perjalanan lebih kurang 45 menit. Di perjalanan darat, tidak banyak yang dapat dilihat selain tanah-tanah kosong, serta bangunan-bangunan yang beberapa sudah ditinggalkan dan tak terawat. Adapula beberapa taman-taman yang tertata cantik. Yang paling mengejutkan sekaligus menyenangkan ialah kami melihat perempuan perempuan China yang manis, namun kali ini mereka mengenakan pakaian langsung serba tertutup dan berhijab yang sedang berbincang-bincang dengan teman-temannya, ada pula yang sedang sibuk mengolah hasil panen tanamannya. 

Wajah wajah mereka terlihat sedikit berbeda dari wajah orang China kebanyakan. Wajah-wajah mereka campuran khas dari wajah asia tengah, mongolia dan China. Tak heran karena jikalau dilihat di Peta, Ningxia terletak di bagian barat dari Beijing yang semakin ke barat berarti semakin tinggi kontak langsungnya dengan penduduk Asia Tengah. Pakaian pakaian yang mereka kenakan pun sangat sederhana, jauh dari kesan keglamoran. 

Di Ningxia inilah, saya dan teman teman khususnya yang muslim dapat merasakan suasana yang religius dari kota kecil ini. Satu tempat yang masih melekat dari memori saya yaitu kami berkesempatan menuju Taman Islamik Tionghoa di kota ini. 

“Assalamualaikum” terdengar suara penduduk lokal di Taman Islamik Tionghoa ini menyapa kami yang baru saja turun dari bus. Kami yang masih terkantuk sehabis tidur di dalam bus, langsung spontan membalas “Waalaikumsalam” dengan sumringah dan senyum yang lebar. Entah kenapa ada rasa ikatan persaudaraan yang tak kasat mata disini. 

Melihat mereka yang berhijab dan laki-laki nya banyak yang menggunakan kopiah langsung membuat hati dan perasaan ini senang, seolah mereka adalah saudara yang jauh dan sudah lama kenal. Banyak yang menyapa kami dengan sapaan khas Islam disini. Sesekali kami pun iseng untuk menyapa duluan orang-orang disana dengan sedikit berteriak “Assalamualaikum”, hanya untuk mendengar balasan “waalaikumsalam” dari mereka. 




Taman Islamik Tionghoa, Yinchuan


Di sini kami melihat masjid yang bentuknya mirip dengan gambaran Taj Mahal di india. Kami pun berkesempatan masuk dan melaksanakan sholat Ashar di masjid ini. Masjidnya sungguh indah, tinggi menjulang. Ornamen ornamen kaligrafi berwarna keemasan sangat mendominasi hiasan hiasan dindingnya. Entah mengapa sholat Ashar berjamaah disana terasa sangat khusuk, mungkin karena kerinduan yang cukup mendalam mendengarkan lantunan ayat alquran yang sejak tiga hari lalu tidak pernah kami dengar, bahkan sholat pun selalu kami jamak sebelumnya. Untuk teman teman perempuan, diwajibkan memakai mukenah sebelum memasuki masjid ini. Tidak boleh ada lekuk-lekuk tubuh yang terlihat. 

Selain sholat ashar berjamaah, kami berkesempatan mendengarkan imam masjid membacakan al fatihah dan ayat-ayat alquran kepada turis-turis lokal yang berkunjung ke masjid. Terdengar sangat merdu dan tenang. 

     Benar-benar menjadi suatu pengalaman yang tak terlupakan untuk menyaksikan sendiri islam dalam keadaan minoritas. Sorot mata dan senyuman mereka seolah mengisyaratkan adanya ikatan batin yang lama terbentuk antara islam di Indonesia dengan islam di Ningxia. 


Delegasi sedang melaksanakan sholat Ashar di Masjid Islamik Tionghoa


Yah, Islam di Ningxia sedang mempertahankan eksistensinya, semoga saja taraf ekonomi orang orang muslim di Ningxia dapat semakin membaik bahkan bisa setara dengan masyarakat Tiongkok yang berada di kota besar seperti Beijing, Quanzhou, Shanghai, dll, tentunya dengan tetap menjaga Islam sebagai budaya dan keyakinan. Kita pun berharap tidak ada lagi terdengar kasus kasus masyarakat muslim china seperti masyarakat Uyghur yang terdiskriminasi dan terbatasi hak hak ibadahnya oleh pemerintah setempat.


Okto Beriman
IChiYEP 2015 

1 comment:

  1. Ternyata di Cilacap bukan hanya terkenal dengan wisata budayanya tetapi terkenal juga dengan wisata religinya

    ReplyDelete

Pages